Jumat, 24 Desember 2010

JALAN PULANG

Setetes luka yang mengalir
ku hirup sejuknya
di ufuk cakrawala awan berarak
mengembang kepak
smaradhana menyisir wuwungan
malam kian terbenam.


Angkup nangka nglangut nembang
menembus kesunyian mengisi kegelapan
sang pengembara tertatih-tatih
meniti jalan pulang.

Nopember 11, 2010

HARAP

Betapapun tangan tlah ditautkan
Ia ada di luar jangkaun
dan jarakpun kian terbentang
berbatas awan dan lautan
Aku terus berdiri menunggu angin
membawamu ke tepi
di ufuk matahari
Jakarta, des 14 dinihari 2010

PRIT GANTHIL

Ku kenang gelora tubuhmu dalam sebaris nyanyian
menggema dalam ruang waktuku
saat malam menusukkan jemarinya, engkau mendesah
seperti elusan angin di pucuk cemara
nafasmu membara
menghanyutkan nadiku mendaki puncaknya.

Wahai keheningan tak tersapa
tlah ku tanam masa depanku dalam wangi cempaka
menumpahkan kerinduan dengan genderang
menghentak segala sendi segala sepi
membasahi selimut kasihku yang robek
disana-sini.

Inikah wujud kegalauanku yang lama terpendam
bagai bendungan yang tak kuasa menampung beban
banjir bandang menghantam semua tatanan.

Ku tatap gelombang tubuhmu yang kini diam
bagai kediamanku yang tak berujung awal
bagai garis buih yang menjilat tepian memanjang
hilang di kegelapan.

Butir keringat yang menetes kemarin
masih tersisa hangatnya
akankah kita kembali mula
menyelesaikan mimpi yang sekian lama tertunda.

Ku elus gelombang tubuhmu dengan nyanyi
Prit ganthil di siang hari.


dalam hening rawa kuning, jelang desember 15, 2010

PRINT AD

Add caption ...