Minggu, 17 Januari 2010

ANAK PANAH

Tak perlu takut dalam menghadapi hidup ini,
akan segala kecemasan dan ketakutan menghantui
kerna kecemasan adalah budi akal
pikir dan pertimbangan
membuahkan kebimbangan
kerna ketakutan memberati langkah
kerna ketakutan membelokkan arah
bagi kaki yang akan melangkah
maka tanggalkanlah
teruslah berjalan dengan satu arah bidikan
segala aral akan terselesaikan
kerna langkah kita adalah atas kehendakNya.
maka berserahlah
jalan kita akan ada dalam bimbingaNya.

17 januari dinihari 2010

RASA PANGRASA

Sugih iku dudu rojo brono
dudu bondo, dudu turonggo
Sugih iku cukup
ing samubarang
lan sugih iku ora melik
       yen isih melik iku isih kurang
              yen isih kurang iku  mlarat
                     yen mlarat banjur kere
anjejaluk ngiwa nengen ora ono cukupe
lali karo sing maringi
sugih mlarat anane neng ati
                       neng budi
               neng rasa
sajroning rasa
rumongso
ra ana sing luwih kajawi
kang Kuwasa.

catatan dini hari 17 januari 2010

Rabu, 13 Januari 2010

CATATAN BUAT SEORANG SAHABAT

Mengapa harus menangis mengantar kepergian,
kerna tangis menghanyutkan kepedihan
menjadikan beban bagi langkah menuju haribaan,
hapus airmata dan lantunkan doa
memanjati langit menerangi jalan
dan setanggi bunga akan menghiasi
jalan panjang menuju alam
Keabadian.

dini januari 12, 2010

Selasa, 12 Januari 2010

DI JENDELA MATAMU KU LIHAT EMBUN

Ketika kau menyapaku pagi-pagi
aku baru selesai membenahi mimpi
lewat kisi jendela ku lihat embun
mengembang di pelupuk matamu : Sendat
bahumu sesekali berguncang menahan banjir
hanya tarikan bibirmu tak mampu menyembunyikan luka
barangkali dadamu demikian sesak menahan prahara
yang setiap saat bakal melanda pertemuan kita.

Pelan ku tutup jendela
agar tak kulihat tangis pecah dibibir cakrawala
agar tak ku dengar lolong serigala memanggil purnama
ku tekan pintu rapat-rapat
agar aku tak terhanyut kedalam pusaran
gelombang tubuhmu menggelora.

Aku terduduk di pojokan,
kakiku gemetar menahan badai yang menggema di kepala
Adikku, keluhku pelan
kita cukupkan sampai disini
jangan rapatkan perahu yang kita nahkodai
agar kita tidak terbalik
menenggelamkan semuanya.

Masih tersisa isak ketika kau menyeret langkahmu pergi
menghiasi malam pekuburan sepi.

Januari 11. 2010

Minggu, 10 Januari 2010

DAUN GUGUR SATU

Kediamanmu menyimpan berjuta makna
                 kegalauan rindu
                  rentang waktu
                daun gugur satu
                        satu.

Mulutku terkunci menatap langit
buram
ku lihat matamu basah kerinduan
ku palingkan wajah tak ingin terhanyut gelisah
lantas ku hunjamkan belati
engkau terhenyak lantas berlari mendekap
prahara berkecamuk dalam dada.

Ku tatap kepergianmu dengan nyanyi serigala
mengoyak mimpimu tergantung di pelupuk mata
kecamuk badai bulan purnama.

Ku cium bau luka betapapun sakitnya
kulakukan demi kasihku pada buah cinta
yang ku tanamkan di padang para
dan demi sumpahku pada langit ku pegang
nafas surga
agar buah tanamanku senantiasa terjaga
di halamanku rumahku berpagar mantra.

Ku jaga buah tanamanku dari angan mimpi remaja
dan ku buka jendela pagi menabikkan salam
"Tak kan ku tinggalkan anak-anakku kerna ia titipan"

dinihari 7januari 2010

DALAM GELISAH MIMPI, KU TANAMKAN MELATI

Seandainya kita memaksakan pertemuan
barangkali halaman ini akan menjadi lautan
yang bakal menumpahkan mimpi-angan
dan kenangan
bakal mengalir dengan derasnya tanpa kita
mampu mencegahnya.

Ku hindari pertemuan ini
kerna kuyakini sebuah sikap yang ku tahu
kita belum sama-sama siap berhadapan
sebagai awan dan lautan
yang dipertemukan dalam tatap mata
lengkung cakrawala.

Kerna awan berselimut angan dan laut
menyimpan gelombang mimpi malam
maka kutikam jantungmu menembus
jantungku
agar luka ini menjadi pertanda bagi diri kita
bahwa disisi dan belakang kita adalah titipan
yang senantiasa harus kita jaga agar jangan sampai terluka
betapapun rapat kita menyembunyikannya.

Telah lewat lima purnama kau tak menyapaku
ku kirimkan mawar setanggi saat malam menyelimuti sepi
saat engkau tertidur dalam gelisah mimpi
kutanamkan melati di halaman agar wanginya
tercium dari beranda rumahmu lantas membangunkan mimpimu
bahwa pagi hari tlah menyambutmu dengan celoteh
kanak-kanak yang bersih dari prasangka.

Adikku,
tanamkanlah cinta dalam rumahmu, perwujudan cinta kita
kerna garis tlah kita buat dan salib ada di pundak
maka darah yang mengucur dari luka adalah
seteguk dahaga bagi domba-domba
menemu gembala.


dinihari sepuluh, jabuari 2010

GERIMIS TURUN MENJEMPUT MALAM

O, dahaga jiwaku
beri seteguk anggur darahmu agar mengalir
cinta
dari rahim kekasih
menuju muaraMu.

Entah berapa purnama meninggalkanmu
menyusuri lorong kota menghirup debu jalanan
membuatku bergairah lupa arah
gemerlap lampu dan gelimang tawa mengantarku
pada tanya
inikah yang ku cari
inikah yang membuatku berlari ?

Jalan-jalan kota penuh warna
aku terpesona lantas masuk kedalamnya
memanjati dinding cahaya dan remang gemintang
membuatku kian kehausan
tlah ku raih matahari dan ku genggam rembulan jiwaku
aku kelaparan
       aku kehausan
               aku meradang
                     ku hirup gedung
                            ku telan sampah
tapi dahaga  ini senantiasa memenuhi kepala.

Akupun kembali kepadamu dengan ragu
masihkah Engkau mau menerimaku ?

Hujan sore membuatku menggigil dihadapanMu
yang ku raih hanyalah gemerlap fatamorgana
aku merasa tak punya apa tuk ku persembahkan
ketika senja mulai turun mengatupkan matanya.

Dengan sendat ku tanyakan kepadaMu
masihkah kau mau menerimaku ?
(kau hanya tersenyum, tanpa sepatah kata)
diluar gerimis masih turun dan malam
kian rapat menyelimuti kegelapan.

dalam gerimis januari 3, 2010

Kamis, 07 Januari 2010

MALAM 1 SURO (menjelang pagi)

Ketika ku labuhkan jemari di pintuMu
engkau menggeliat
bagai perawan desa engkau berlari meninggalkan
kerling tajam dan senyuman
mengigit darah beliaku yang sedang menunggu
puncak gelora nafasmu.

Aku berdiri terpaku dengan berjuta tanya
menterjemahkan kepergianMu adalah jawaban
aku tahu pasti, tapi aku merasa sangsi
wahai adikku,
jangan biarkan kesendirianku dengan ombak lautan
angin yang engkau kirimkan ke wajahku adalah kehausan
deru nafasmu adalah ketenangan yang engkau endapkan
dalam bilik sepi
yang Ruri.

Adikku,
ketidak-tahuanku adalah sebuah kepastian yang harus
segera ku bulatkan
dalam langkah pasti dan tak akan pernah berhenti
di pangkuanMU, yha Allah
ku cumbu segala hasrat kerinduanku.

lewat satu suro dua ribu sembilan, dini hari

Selasa, 05 Januari 2010

HARI PENGHABISAN


Nafasku berkejaran menanti fajar
kegelapan sepanjang hari membuatku sesak
bilur-bilur pelangi nanar
kelopak mata
semalaman lembab mengalirkan keluh
sesal berkepanjangan bagai awan
mengapung
terbang kemana angin bertiup
di daunan runtuh berserak
perlukah sesal kalau senantiasa kembali ke awal ?

Ku tengok ke belakang jalanan
tajam berkelok tebing
aku tlah hampir sampai di ujung pendakian
akankah ku berhenti dengan bekal sesal
memberati langkah kaki ?

Andai bisa ku kosongkan rongga ini
aku akan berlari dengan bungah
menyambut hari penghabisan dengan mata terpejam
dan senyum tersungging di pelukan
tanganMU
tergantung di awang
Wung
.

Jelang Dini Januari 4.

TAHUN BARU

Ketika bunyi mercon memecah keheningan
ketika kembang api menghias hitam malam
ku termenung menatap usia tanggal
satu
hilang terlewat sudah usiaku didera waktu
di batas cakrawala yang kian dekat penghabisan
tak ku tahu apa makna melakukan perjalanan
masa silam bagai kejapan mata ketika kantuk tiba
terbangun saat mimpi terlepas dari tidur yang jaga
aku tak kuasa mengulang
dari mula
segalanya mengalir begitu saja
ke muara.

catatan tahun baru 2010

CATATAN AKHIR, AWAL TAHUN

Dengan penuh debar ku masuki beranda rumahmu
seperti pernah ku kenal namun serasa asing
pertemuan ini akan menjadi awal
     akhir sebuah penantian
perjumpaan yang menjadi akhir
     awal sebuah impian
keraguan yang dalam menggayut kakiku
gemetar tuk meneruskan langkah
sebuah kepastian harus ku dapatkan.

Ku mantapkan langkah tuk mengakhiri
lantas mengawalinya dengan sesuatu
yang tak ku tahu
jawabnya.

jelang tahun baru 2010

PENDOPO SEPI, SORE HARI

Senja mulai turun menjemput kegelapan,
aku beranjak ke halaman pendopo yang sepi
barangkali aku harus berdiri disini agara terlihat
dan ada yang mampir walau sekedar menyapa atau
sedikit ngobrol, berbagi cerita mengisi kekosongan hari
haruskan ku panggil dan bangunkan penghuni pendopo ini
agar mereka tidak terbuai dengan mimpi ?

Pendopo ini telah terkurung kabut
disisi-sisi gunungan tlah tumbuh lumut
ku rangkai melati di kanan-kiri persembahanku
menjelang gelap menyelimuti sekelilingku.

Pelan ku langkahkan kaki sambil melantunkan puisi
bagi hari-hariku kosong berselimut sepi
tanganku gemetar meraba dindingMu
bagai nyanyian gaib yang menggema menyelusuri lorong waktu
dan tatapankupun luruh tak kuasa memandangMu
di lantai itu, segelanya tergelar begitu saja tanpa ku mampu
tuk menghapusnya,
betapa wajahku terpampang dengan coreng-moreng
jelaga tak mampu menyembunyikan lututku gemetar
hingga ku bersimpuh, bersujud mohon ampunan
yha Allah,
       aku berserah
              memanjat dindingMu
                     dengan penuh pasrah
                     ku tanggalkan
              segala yang ada padaku
       telanjang
mencumbuMu.

Aku menggigil dalam hening sepiku.

desember 24, 2009

MALAM 1 SURO (monolog sepi)

Ketika malam tlah sampai ke tengah dan kegelapan
       mencapai puncak
              keheningan
                     tanpa swara tanpa sapa
       kehenengan
               tanpa rasa tanpa rupa
                    segalanya tiada tapi ada
                         tak berupa tapi nyata
                              tak berkata tapi gaungnya
                                   memenuhi segala penjuru angkasa
Yha Allah... aku berserah
bersimpuh di kaki-kakiMu dengan segala kekurangan
aku malu menatapmu dengan pakaian compang-camping
penuh debu
tapi ku ingin memelukmu dan terus
memelukmu
dengan segala kerinduan dan kemesraan yang ada padaku
dengan ketulusanku yha Allah...
tanpa lipstik dan maskara kupersembahkan kepadaMu
apa adanya.

malam satu suro dua ribu sembilan

Senin, 04 Januari 2010

B A L O N

Seorang bocah menangis
gagal menangkap matahari
yang dikiranya balon mainan
pemberian ibu dalam mimpi
si anakpun terus menanti
barangkali balon bakal kembali
di garis edar bumi.

september awal 1987

E M B U N

Antara sedusedan dan kenangan
aku bentuk impian
dari malam ke lain malam meneteskan
kegaiban
ketika pagi ku buka jendela
masih ku lihat tetes embun terakhir
jatuh membasahi rumputan
disitu aku mengaca
bias mentari kian mempercantik
wajahnya, duh...

agustus 25, 1987

BARANGKALI

Ada yang menggeletar dalam ruangku
                     entah siapa
bayang-bayang memantul di kaca jendela
                     sepi semata
barangkali degup jantung yang mengetuk dinding kamar
atau barangkali sebuah derap langkah yang tak pernah
beringsut dari tempatnya, hingga gema yang menyembunyikan
suara dari sumbernya.
Ada niatku untuk menjenguk siapa yang mengantarkan
debar setiap kali ku masuki gerbang sepiku senantiasa
mengantarku ke alam sepi sunya ruri.

Barangkali itu suara langkahmu
dengan malu-malu menguakkan tirai pada malam-malam
panjang berkabut,
ingin ku berdiang bersama melewati waktu
dengan dingin dinding yang saling terpisah.

Barangkali itu suaraku
yang begitu kental dengan mimpi hingga tak ku kenal wajah
atau barangkali...
Ya.

agustus 15, 1987

J E J A K

Kita sempat bimbang sejenak menatap kuda
kuda berlari di atas gelombang
dengan kaki berjingkat menginjak pasir
mengambang engkau bertanya : " Kanda,
haruskah kita menyisir angin selamanya
hingga senja mengatupkan nafasnya ?
Atau kita biarkan daun palma mengering
tanpa kita sempat merabukannya ?
Sementara kita melangkah kian jauh
dengan rambut basah, kita terus dibayangi
sangsi untuk menghapus setiap jejak.
Atau sebaiknya kita akhiri perjalanan lantas
berpisah arah dengan beban jarak dalam genggaman ?".
Pertanyaan itu terus mengiang sementara kami
masih terus berjalanan berdampingan tanpa
tegur tanpa berbagis sapa
( jejak itu masih tampak olehku
  kian lama kian menjauh tanpa aku
  merasa kehilangan)

tahun keenam jelang tujuh, tahun perjalananku - juni tengah, 1987

A I R

I.
Aku hanyalah seorang pejalan melintas padang
kehausan
seandainya sendang itu fatamorgana
akan ku hirup bayangan yang memantul
dalam keburaman kaca-kaca
( dan jiwaku bersemayan di dalamnya ).

II.
Tak ada air dalam sendang, aku kehausan
sekian lama ngembara menyebrangi padang bayang
air dan fatamorgana sama wujudnya hingga
tiap langkah bagai tetesan embun mengayuh harap
nafaspun luruh jarak tak tersentuh
butir keringat jadi obat bagi lelah dahaga
( sementara mata air dalam dada
  memenuhi rongga kepalaku ).

III.
Kerinduan adalah cakrawala
dimana batasnya fatamorgana
kehausan padang pada mata
air di puncak dahaga
" nDog pengamun-amun"

Juni 87 - Jan 2010

P O T R E T

Ku temui jajar pohonan menaungi jauh
beranda rumahmu lindung daunan, gemerisik
jemari bermain, meraba hulu kerisku kembangsetanggi
pertama Adam meniupkan suruknya di kelindungan taman
(wajah arif Bapaku mengintip dari balik jubahnya)
lautpun mengepak berputaran diatas rambutmu
                      samar gambaran
     Taman Eden menjelma bayang-bayang
aku kian jauh mengelana menempuh badai
gelombang tubuhmu yang membara membuatku terpesona
pada buih yang memerak di cakrawala
pada bias surya yang muncul seusai badai reda
pada kediaman hati yang saling bicara
barangkali yha,
lautpun membutuhkan gelombang di kedalaman diamnya
membutuhkan karang agar buih senantiasa terkembang
membutuhkan pantai bagi lidah-lidah nakal yang berkejaran
kerna laut bukanlah laut jika tak berbuih gelombang
dan aku,
bukanlah chochro tanpa bara dalam sekamnya.

juni 1, 1986

R E L U N G

Gugur bukanlah kekalahan melainkan kemenangan
yang terselesaikan sebelum saat(nya)
dan peluh darah yang tlah tertanamkan tumbuh
berkembang seirama denting pedang
bukan kemenangan yang mampu menghentikan pertempuran
kerna jantung(nya) koyak darah berserak
ketakberdayaan tlah dipaksa-kuasakan oleh kehendak
darahpun terus mengalir lewat nadi
                         mengalir lewat luka
                                 sama pedihnya
                 terbuka mata dalam buta
                 tertutup mata dalam jaga
bagi kemenangan Kristus bukan kerna Raja
melainkan kerna salib
di pundaknya.

mei 30, 1987

A R A H

I.
Aku harus memulai hidup dalam keberaturan
dari awal langkah yang menentukan
kerna bagaimanapun tujuan hanya bisa
ditempuh dengan jalan
betapapun berat untuk dilaksanakan
tapi kesadaran akan meringankan beban
dan jarakpun kian dekat dari jangkauan.

II.
Segalanya tlah dimulai
entah kapan kan sampai
tangan menggapai
Tuhan
beri aku pegangan
dalam meniti jalan.

III.
Beri aku sesuatu
sebelum terhenti langkahku.

Mei 10, 1987

G E T A R

Betapa sukar gerak dan diam dibedakan
kerna keterbatasan mata dan kata
manusia berdiri di luar jangauannya
hingga aku senantiasa dilanda tanya
tentang getar dan suara
haruskah aku menggetarkan suara
atau menyuarakan getar
di tiap langkahku ?.

mei 1, 1987

PRINT AD

Add caption ...