Rabu, 25 Agustus 2010

TANGIS BOCAH

Sembilu terhunjam di keheningan
tangis bocah tengah malam
di puncak kelaparan
Duh, gemanya
bagai lolong serigala merindukan purnama.

jelang sahur 25 agustus 2010

NYANYI DORNA

Barangkali ini suatu kehancuran atau
barangkali sebuah keberhasilan
bayang-bayang Yudas senantiasa mengikuti langkahku
haruskah aku menjadi Yesus baru
yang menerima langkah Yudas
dalam perjamuan suci.

Entah berapakali badai menghantam
aku senantiasa memaafkan
ketika engkau memaku tanganku di penyaliban
tangan ini aku ulurkan
menuju bukit dengan beban salib aku terima
sebagai jalan.

Kini aku bangkit menyandang luka
kerna kemanusiaanku juga
dan penyesalan yang engkau dengungkan
adalah nyanyi durna di padang kembang
dan tembang kumbang di halaman
menjelma tanaman yang menghunjam
akar senantiasa menumbuhkan tunas baru
yang bakal melindungiku dari terik matahari.

Kebangkitanku di hari ketiga adalah nafas
bagi hari baruku yang mulai tunas
melintasi bukit-bukit menghadang angin
yang senantiasa engkau hembuskan
merintangi langkahku yang kini kian ringan
melintas badai lautan.

Kini nyanyi Durna bagai gema memantul dinding
dimana kebimbangan Arjuna telah sirna
terkikis angin tenggara membentang panah diatas kereta
empat kuda bersais Kresna mengawali perang padang Kuru
darah kita bakal tertumpah disana.

Adikku,
kini kita saling berhadapan dengan pedang
mempertaruhkan keyakinan yang kita pegang
ketika hari menjelang petang.

4juni-25agustus 2010

A K A R

Gerimis yang turun sisa hujan kemarin
membasahi hari-hariku, dinginnya
menusuk kerinduaku pada bait
bait mimpi yang senaantiasa aku sulam
menjelang turunnya sepi.

Ku koyak sedikit kenangan
pada perjalanan kemarin meniti luka
manisnya masih bersisa
ingin ku hirup dalam-dalam darah ini yang senantiasa
meneteskan kekaguman
pada akar yang menghunjam
saat badai menghantam.

Adikku,
masih tersisakah mimpi silammu
yang senantiasa engkau lantunkan
di jelang tidurmu ?

awal juni dini hari 2010

PRINT AD

Add caption ...