Selasa, 28 Desember 2010

MATAHARI

                                                        : catatan ultah Kharisma Sari

Datanglah matahari
bagi pagiku yang datang pergi
smoga senantiasa menyinari
dalam balut kehangatan
dan sejuknya embun dini hari.

Tlah lewat matahari sepenggalah
aku harus mulai berbenah bagi pagiku yang hampir ke tengah
merenda harap dan kenangan dalam satu ikatan
untuk bekal melangkah jauh ke depan.

Aku harus memulai
melewati parit-parit basah dan genangan
kerinduan pada bunga setangkai yang tertanam
dalam rumahku yang sarat kehangatan.

Langkahku jangan sampai terhenti
saat keharuan menyelimuti ruangku
ku genggam sebagai alasan kepergiaan
mengolah harapan yang lama tergantung
di sudut ruangan.

Usiaku tlah cukup untuk berdiri
walau tertatih langkahku harus mulai
agar aku tak terlena dalam peluk kencana
yang tumbuh di halaman rumaku.

Kini kususuri jalan matahari
teriknya menghangatkan nafasku
dan keringat yang mengalir adalah
wujud hasrat yang ku ukir.

desember 28, 20101

TELENGING SAMUDRO

Ada kegelisahan mengendap
saat malam berselimut gelap
aku tak ingin berhenti berharap
kerna pagi bakal menyingkap tirai kabut
dan memekarkan kembang
dalam balutan embun yang berkilau
ditimpa sinar mentari.
Dan kegelisahan hanyalah bayangan ketakutan
gelombang laut beriak di permukaan
tenang diam di kedalaman.

Harapan yang berlebih hanya menumbuhkan kesakitan
kerna harapan adalah bayangan keindahan
menggantung di awan
melenakan kesadaran
kerna kenyataan harus diraih dengan tetes keringat
dan kesungguhan tekat mewujudkan impian
maka yang teraih adalah kenyataan
erat dalam genggaman.

Tataplah ke depan
di ujung pandang ada laut ada awan
cakrawala dan fatamorgana menipu mata
kerna hidup senantiasa harus waspada
bahwa hakekat hidup ada di kedalaman
susuhing angin ana ing telenging samudro
dimana kita harus menyelam dan menemu kesejatian
dalam kediaman pancering ratri
nunggal nyawiji
ora mosik ing kadonyan
       ora mosik ing kahanan
              sidem premanem manembah
                            sumeleh ing pasrah
                     tumuju ing rah
              yaiku rat
       kang dzat
anglimput jasad.

Yang nanmpak di permukaan melenakan
bayangan keindahan dengan berbagai imbalan menggiurkan
serangkaian upacara tanpa mengerti makna
menghafal ayat bagai menemu jimat
dan rentetan doa bagai perhitungan matematika.

"Sejatining ngelmu ana ing laku
dumununge ana ing Rahsa, dudu mustaka
umuk lan bonggo kuwi sio-sio
muspro bareng katiup bayu
ora ana aji kang isa diugemi merga ngetung wiji
kang sinebar kanthi sesumbar
bebengokan kanthi pangku tangan
driji tengen ngetung tasbeh driji kiwa nggegem pamrih
alok wewadi liyan tan ndelok githok dewekan
waleh-waleh mingkem tangan nang mburi ambebagi
nutup kekurangane liyan kanthi bebrayan
tan luwih tan kurang tanpo petungan
adedasar keikhlasan tumrap liyan
kita sadremi titah sawantah
raja brana ugi nyawa amung titipan
tan perlu digegem merga wedi kelangan
tan perlu disimpen merga wedi kaliran
merga kabeh kuwi dudu milik kita kang sawektu-wektu
bakal di pundut bali
sing perlu kita lampahi
nrepke titipan amrih mbejaji tumrap liyan."

Aku tercenung di ujung malam yang hampir menguak pagi
fajar baru bagi kesadaranku
saat kegelapan hampir menerkamku.

lewat tengah malam menuju pagi 28 desember 2010

PRINT AD

Add caption ...