Jumat, 18 Desember 2009

BENIH

Dengan tangan-tangan lentik dibentuknya
seekor merpati dengan kepak belati
menebar di cakrawala menjelma pelangi
yang siap mengolah tanah jadi ladang padi
membalikkan tangan mengalirkan lahar api
meluapkan kesuburan dan kegersangan
dalam satu genggaman.

Ia adalah Ruh Tuhan yang menciptakan
seisi bumi dengan setan dan imam
Ia adalah Sang pembidik kearah mana
benih ditebarkan
Ia sang pengolah hidup dengan Rahim Tuhan
yang menghembuskan nafasnya disisi telinga
hingga gairah tak jadi padam dan hidup bagai lautan
dengan matanya yang elang ia mengajari terbang
melintas badai menembus awan mencari
kasunyatan.

Ia adalah sang Hidup
Ia adalah sang Mati
kearah mana ladang benih ditebarkan
nafasnya bernama bumi.

desember 11, 1985

ALTAR CEMARA

Ada berapa entah tercecer di jalanan
tak kuasa aku pungut senantiasa ada
dalam pelukan
O, andai dapat kurapatkan impian dan kenyataan
barangkali kenangan bukan sekedar sulaman
yang tiap detaknya menggoreskan luka
bait-bait puisi bakal mengepakkan sayap
melewati ambang fajar menguapkan embun di daunan
selangkah lewat kita biarkan tanpa makna
( kita saling bersitahan dalam kedinginan malam )
cemara natal menderaikan daun-daun sepanjang jalan
aku tak kuasa menjumputnya, juga kau
tangan-tangan sutera
entah apa sedang kau lukiskan dengan untai melati
yang tiap saat kita tebar pujapuji
entah berapa darah menyimbahi latar suci
yang tiap saat kita basahi dengan berahi
buah adam kita makan sambil menyembunyikan tangan
O,
betapa kita bisa bernyanyi di kebun hawa
tanpa lukaduka menggores wajah kita.

Derai-derai cemara telah kita lewati
seperti mengecup altar suci sambil onani
(kita masih berdiri tegak, terasa enggan turun dari taman ).

desember 5, 1998

J A L A N

Burung hantu yang bersuara dari hati
kian tajam merambati hari
di luar, bulan terang
menggerakkan angkup nangka diatas pusara
barangkali perjalanan akan berakhir disini
atau akan terus mengembara ke padang hingga
menemu fajar sebuah negeri
tapi surga bukanlah surga bagi Adam tanpa rusuknya
dan negeri (pun) hanyalah impian pengembara
sedang burung menemu kebebasan dalam sarangnya
lantas untuk apa pergi untuk apa mencari
kalau dalam diri tlah ada segala
surga dan neraka mengintai di baliknya
sebuah tabir
begitu jelas nampak hampa ketika dibuka
dan kita tak perlu bertanya.

januari 2, 1987

S A L I B

Ketika ku tatap salib
tak kulihat denyut tuhan
seraut wajah terpaku di tangan.

Ketika ku tatap ulang
seonggok daging dengan darah membentuk lubang
lengkap dengan duri di kepala.

Lantas ku tadahkan tangan
membasuh wajah lewat lambungmu
sambil menggumamkan kata di depan salib
"Ternyata Engkau manusia disaat akhirmu"

januari 3, 1987

JENDELA

Gerimis di luar, dinginnya tertahan di jendela
buram,- aku berkaca
( bunga hitam di bingkainya )
melintas seraut wajah, menghuni rongga
"engkaukah itu ?", seokor kucing mengeong di muka pintu
( pelan malam menyelimuti tubuhnya jelaga )
"Akukah itu ?", musik mengalun pelan ditingkap suara serangga
( malam kian merayap membenamkan tubuhnya kelam )
betapa akrab sosok dengan bayangnya dalam gelap.

Ku rapatkan tubuhku di jendela
dan bayangan yang memantul membuatku
tak ingin berkata.

januari 4, 1987

G E R B A N G

Sepi merayap memasuki gerbang kota
menggoyang-goyangkan nyala lilin dalam kamar
membentuk ceruk yang dalam
aku diam-mengetuk-ketukan jari di jendela
suara langkah mengendap pelan seirama detak
jam dinding kian keras mendekap kesunyian
kamarku – aroma sedap malam
langkah kian mendekat – langkah-langkah kami
berjalan diantara gerbang-gerbang kota tengah malam
menelusuri lorong dengan tembok kanan-kirinya
kian menyatukan langkah kami dengan semesta
( saat itu terasa, betapa perlunya saling melindungi )
di luar, angin membeku dalam kediaman
kami tak lagi
membutuhkan kata.

januari 5, 1987

K A B U T

Barangkali kabut tlah mengendap di kudukku
saat malam merayap demikian perlahan seirama detak
darahku begitu dingin meraba pintu
"siapa diluar ?", ku toleh sekelilingku
( dinding-dinding menatap beku )

Tiba-tiba aku disergap ketakutan pada entah
denting piano memantulkan rindu serigala
akupun bernyanyi bersautan dengan dinding
mangatasi waktu hingga tak ku kenal mana
suara mana gema
aku terdiam – dinding-dinding terus bernyanyi
mengulang-ulang suaraku dari awal kembali mula
mengetuk-ketuk hela nafasku
dan kabutpun terus mengendap dengan tangannya
siap menerkam di belakangku

januari 6, 1987

D A U N

Pagi yang menetes dalam ruangku bagai bebayang
memantul di jendela
biasnya terasa buram menggarut kaca
desir angin menggoyangkan daun cemara
berderai jauh – erat menggenggam
tetes-tetes air membentuk kubangan.

Selembar daun luruh
melayang pelan mengucap pamitan
dan getah yang menetes dari dahan
begitu pekat dengan kenangan
sebuah keharuan menyelinap dalam kebersamaan
bukan sekedar pertemuan perpisahan
ia melekat di dahan walau daun
tak lagi berpegangan.

januari 8, 1987

P I N T U

Aku ketuk pintu pagi-pagi ketika jendela
belum membuka matanya
serumpun mawar berselimut embun di kelopaknya
"selamat pagi adikku, hujan fajar bakal menyambutmu
di pintu, tetes-tetes air membentuk kubangan
barangkali jalan akan menjadi licin
atau barangkali kita bisa bercermin
dengan wajah menggelombang".

Aku ketuk pintu pagi-pagi ketika kupu-kupu
belum mengepakkan sayapnya dan burung
belum menyelesaikan kicaunya
( engkau menggigil saat angin mengusapkan
jemarinya di wajahmu )
pelan-pelan aku menyelimutinya.

januari 11, 1987

PRASASTI

Ada guratan kecil pada sebuah prasasti
tentang jalan simpang yang bakal kita lewati
"kita perlu singgah".
ucapmu sambil menghembuskan nafas kuat-kuat
"sebelum melangkah menentukan arah".
- angin berhembus disisi kainmu
senja yang tinggal sesobek menggantung di cakrawala
( ingatanku melayang pada Bunda Maria
  wajahnya yang perawan menuntunku di pematang
  dalam kegelapan ).

Dan pada usia dewasaku yang hampir sampai ujungnya
aku belum mampu menanamkan benih bagi pohonan baru
dengan akar-akar yang kuat mencekeram tanah
serta daun yang lebat menyembunyikan kerindangan
wajahku,
yha wajahku yang tinggal sesobek senja
masih menggantung di cakrawala
( langit kian muram dalam detak jam
  kegelapan dengan setia menanti kehadiranku
  kembali dalam pelukannya ).

januari 31, 1987

A L A M

Biarkan kelopak memekar dan putik
menebarkan wangi aroma di tamannya
karena anugrah alam seiring dengan hukumnya
terik mentaripun akan turun diselimuti senja
yha, kenapa kita harus bermenung-menung
mereka-reka bentuk impian ?
mawar tak akan menjadi anggrek
dan rajawali tak akan menjelma merpati
betapapun kita memberinya jagung dan bulir padi.

febuari 1, 1987

PRINT AD

Add caption ...