Minggu, 10 Januari 2010

DAUN GUGUR SATU

Kediamanmu menyimpan berjuta makna
                 kegalauan rindu
                  rentang waktu
                daun gugur satu
                        satu.

Mulutku terkunci menatap langit
buram
ku lihat matamu basah kerinduan
ku palingkan wajah tak ingin terhanyut gelisah
lantas ku hunjamkan belati
engkau terhenyak lantas berlari mendekap
prahara berkecamuk dalam dada.

Ku tatap kepergianmu dengan nyanyi serigala
mengoyak mimpimu tergantung di pelupuk mata
kecamuk badai bulan purnama.

Ku cium bau luka betapapun sakitnya
kulakukan demi kasihku pada buah cinta
yang ku tanamkan di padang para
dan demi sumpahku pada langit ku pegang
nafas surga
agar buah tanamanku senantiasa terjaga
di halamanku rumahku berpagar mantra.

Ku jaga buah tanamanku dari angan mimpi remaja
dan ku buka jendela pagi menabikkan salam
"Tak kan ku tinggalkan anak-anakku kerna ia titipan"

dinihari 7januari 2010

DALAM GELISAH MIMPI, KU TANAMKAN MELATI

Seandainya kita memaksakan pertemuan
barangkali halaman ini akan menjadi lautan
yang bakal menumpahkan mimpi-angan
dan kenangan
bakal mengalir dengan derasnya tanpa kita
mampu mencegahnya.

Ku hindari pertemuan ini
kerna kuyakini sebuah sikap yang ku tahu
kita belum sama-sama siap berhadapan
sebagai awan dan lautan
yang dipertemukan dalam tatap mata
lengkung cakrawala.

Kerna awan berselimut angan dan laut
menyimpan gelombang mimpi malam
maka kutikam jantungmu menembus
jantungku
agar luka ini menjadi pertanda bagi diri kita
bahwa disisi dan belakang kita adalah titipan
yang senantiasa harus kita jaga agar jangan sampai terluka
betapapun rapat kita menyembunyikannya.

Telah lewat lima purnama kau tak menyapaku
ku kirimkan mawar setanggi saat malam menyelimuti sepi
saat engkau tertidur dalam gelisah mimpi
kutanamkan melati di halaman agar wanginya
tercium dari beranda rumahmu lantas membangunkan mimpimu
bahwa pagi hari tlah menyambutmu dengan celoteh
kanak-kanak yang bersih dari prasangka.

Adikku,
tanamkanlah cinta dalam rumahmu, perwujudan cinta kita
kerna garis tlah kita buat dan salib ada di pundak
maka darah yang mengucur dari luka adalah
seteguk dahaga bagi domba-domba
menemu gembala.


dinihari sepuluh, jabuari 2010

GERIMIS TURUN MENJEMPUT MALAM

O, dahaga jiwaku
beri seteguk anggur darahmu agar mengalir
cinta
dari rahim kekasih
menuju muaraMu.

Entah berapa purnama meninggalkanmu
menyusuri lorong kota menghirup debu jalanan
membuatku bergairah lupa arah
gemerlap lampu dan gelimang tawa mengantarku
pada tanya
inikah yang ku cari
inikah yang membuatku berlari ?

Jalan-jalan kota penuh warna
aku terpesona lantas masuk kedalamnya
memanjati dinding cahaya dan remang gemintang
membuatku kian kehausan
tlah ku raih matahari dan ku genggam rembulan jiwaku
aku kelaparan
       aku kehausan
               aku meradang
                     ku hirup gedung
                            ku telan sampah
tapi dahaga  ini senantiasa memenuhi kepala.

Akupun kembali kepadamu dengan ragu
masihkah Engkau mau menerimaku ?

Hujan sore membuatku menggigil dihadapanMu
yang ku raih hanyalah gemerlap fatamorgana
aku merasa tak punya apa tuk ku persembahkan
ketika senja mulai turun mengatupkan matanya.

Dengan sendat ku tanyakan kepadaMu
masihkah kau mau menerimaku ?
(kau hanya tersenyum, tanpa sepatah kata)
diluar gerimis masih turun dan malam
kian rapat menyelimuti kegelapan.

dalam gerimis januari 3, 2010

PRINT AD

Add caption ...