Jumat, 29 Oktober 2010

ABDI DALEM

Tubuh rentamu berselimut awan bara
berhembus dari utara membawa wangi kamboja
cempaka bunga tujuh rupa setanggi dupa
ngungun memanjat dinding cakrawala
gelombang prahara surut di peluk samudra

"Kalis ing Allah marga anteping manah
  manembah ngrungkepi lemah
  rah rah sunarah sadremi titah
  lumampah sumringah angsal bebingah
  sih Ing kawula manunggal
  sih Ing Gusti kang satunggal
  byar badar bumi kawedar
  babaring jalmi nunggal sawiji
  pangkoning Gusti pungkasaning bekti
  sedaya bali Ing dalem mukti
  ngrukti bumi pertiwi"

Terjaga aku dari mimpi ketika bumi
merengkuh jasadmu kembali menuju abadi
Ruh Suci.

seusai pemakaman, oktober 28 2010

Senin, 25 Oktober 2010

PERNIKAHAN

kado bagi sahabatku ; Joko Saputro & Erma Pratiwi

 

Mengawali hari mengarungi bahari
dalam biduk yang engkau nahkodai
arah tlah ditentukan dan engkau pembuat keputusan
janganlah sampai tertipu oleh angin buritan
pandai-pandailah engkau membacanya
kerna ia sahabat pengembang layarmu
ia juga penyesat laju langkahmu
engkaulah yang memainkan layar
ke arah mana perahu dibidikkan.

 

Selamat Menembuh Hidup Baru Sahabat

Oktober 25, 2010

Kamis, 21 Oktober 2010

HARIBAAN

Ada yang hilang dalam ruangku
setelah melewati limabelas musim kebersamaan
engkau pergi memenuhi panggilan
bagai pohon tercerabut hingga akar
meninggalkan kami dalam kesenduan
meninggalkan malam-malam berkabut
hembusan angin tlah menidurkanmu
dalam keabadian
dalam pangkuan Sang Pengasih
yang senantiasa menyayangi umatNya.

Yha putraku
perpisahan ini tlah menyatukan kami
betapa sangat berarti kamu dalam kehidupan kami
aku relakan kepergianmu menuju kedamaian
haribaan.

Selamat jalan.
selamat jalan
doaku menerangi jalanmu.

Oktober 21 tengah hari 2010

SURAT DALAM KABUT

                                          : kepada sahabatku keprihatinan ini saya buat

Ada tirai membagi jarak
bagai kabut yang mengendap dalam ruang dan waktu
jenguk dan berbagilah saat senja basah gerimis
kerna di ruang itu gigil rindu tersekat
oleh hembusan angin yang tak lagi mengusap
ia lewat begitu saja melintas wuwungan
tanpa saling menyapa.

( mereka hanya saling berharap
  dengan saling berpijak pada bumi sendiri
  tanpa upaya melangkahkan kaki
  merasakan indahnya berbagi )


Kenapa harus sembunyi di balik karang
laut menggelombang di pucuk-pucuk ombak
mengeluskan kegelisahan di pasir tepian
lantas tercipta buih di puncak kemesraan
menyurut perlahan
menyisakan riak-riak kecil
menyusur kedamaian.

( Bulan bulat di cakrawala
  lembut mencium kening samudra
  bias sinarnya menembus kelam malam
  temaram)

Hujan turun jelang pagi
mereka memeluk dinginnya sepi
menghembuskan keangkuhan seorang bocah
berebut mainan.

Oktober 21, dinihari 2010

Jumat, 15 Oktober 2010

MAGHRIB

Ketika hari mulai terang
sisa embun masih menempel di daunan
ku basuh muka dan kaki
agar mata kian awas menatap jalanan
dan kaki ringan melangkah
menujuMu.

Ketika bait-bait puisi bergema seusai maghrib tiba
aku bersimpuh di kakiMu
menumpahkan segala noda yang melekat di jubahku
ku seret dengan keponggahan semu
Sungguh, aku malu
kemana kan ku surukkan wajah ini di hadapanMu.

Andai bisa ku hapus jejak ini
dengan segala kerendahan kan ku lakukan
dengan langkah tertatih ku serahkan
badan ini seutuhnya.

Aku ingin pulang
saat maghrib mulai menjelang.

dinihari jelang sahur, agustus 28, 2010

Kamis, 14 Oktober 2010

SAHABAT

Barangkali kebencian tlah kau tanam di pelataran
tapi aku tidak
kita senantiasa berbeda cara bertanam
walau benih yang kita tebar sama
perbedaan itulah yang mengasyikkan
buat bertukar pandang dan mengenang
bahwa perpisahan bukanlah memisahkan jarak
bagi sebuah kebersamaan
segalanya harus terjalin tanpa beban
mengalirlah air menuju kerenadahan
dan kepala jangan kau dongakkan
kerna dalam kerendahan terletak ketinggian
dalam ketinggian terletak kerendahan
mari kita saling berjabatan sahabatku
saat usia sudah menunggu.

jelang tidur dini hari, oktober 10, 2010.

FRAGMEN PAGI

Hujan tengah malam membawa dingin
tampias
di tritisan wajahku basah kerinduan
bayang lorong sepi ngadisuryan
tembok tegak bisu dindingnya
terpahat remajaku
kusam berdebu
disini
pertama benih ku tanam
sedap malam dalam pingitan
pecah tangisnya
menghilir ke lautan.

Tembang kian nglangut menyisir wuwungan
dan derai daunan ditiup angin selatan
membuatku terhempas di tebing karang
gigilku menggelombang kenangan
pada bibir-bibir pantai yang memagutku penuh gairah
pada buih ombak yang berkejaran di punggung kegelapan
membuncah keremajaanku yang gagal
mengendapkan tarian perang.

Awan kian mengambang tersaput mendung
ku tatap jalanan yang kian berkabut sisa badai semalaman
aku harus melangkah berpantang untuk menyerah
aku harus jadi lelaki dimatamu dan disikapku
tlah ku tebar benih di ladangmu tak kan ku tinggalkan
walau kita tak tahu apa terbentang di depan.

Sinar mentari yang menembus sela daunan
terpantul di wajahmu yang menggantung senyuman
tak terlihat kegelisahan di matamu
walau embun sedikit mengembang.
Aku terhenyak ketika tangan mungilmu
memelukku dengan kecupan sambil mengalungkan
masa depanmu dalam dekapan.

PRINT AD

Add caption ...