PRAKATA
Pada awal-mulanya, artinya ketika manusia masih utuh, belum terpecah-pecah dalam watak dan karyanya, maka fungsi seorang agamawan, seorang ilmuwan dan seorang seniman, masih dirangkap, masih bersatu-padu, belum mengalami diversifikasi. Dan semua kegiatannya itu bermaksud untuk meraih, atau sekurang-kurangnya menggapai “the ultimate reality”, hakekat dasar kenyataan. Demikian dikatakan Edward Shills, seorang ahli sosiologi dari Amerika (lihat buku antopologi lain: Golongan cendekiawan).
Dalam antologi kecil ini kita berjumpa dengan lambang-lambang bahasa berupa puisi yang ingin menyuarakan pengembaraan seorang muda untuk meraih hakekat dasar kenyataan itu. Dan pengembaraan itu dilatar-belakangi oleh tradisi Kejawen, tradisi Kristen dan tradisi Islam.
Pemuda ini menggali dalam khazanah kebudayaan bangsa kita untuk menemukan sarana-sarana guna meraih hakekat kenyataan tersebut.
Apa gunanya? Limabelas abad yang lampau Agustinus telah memberikan jawaban terhadap pertanyaan tadi. “Noverim me, noverim The.” Semoga aku mengenal diriku, semoga aku mengenal DiriMu, ya Tuhan. Identitasku yang sejati baru ku ketahui didalam terang cahaya Tuhan, Nur Illahi. Dan identitasku yang sejati bagi orang jawa berarti warisan leluhurnya, alam pikiran dan perasaan kejawen.
Ini bukan semacam “escapisme”, pelarian dari dunia nyata. Justru ini berarti mau mencari hakekat kenyataan, mencari apa yang tersembunyi dibelakang kulit gejala-gejala yang disentuh oleh panca indera kita dalam hidup sehari-hari.
Semoga pembacaan Antologi ini membantu kita masing-masing dalam pengembaraan kita juga untuk mencari dan menggapai, kalau tidak meraih, “the ultimate reality” itu.
ttd
Dick Hartoko
Ketua Yayasan Karta Putaka