Rabu, 23 Desember 2009

T E M B A N G

Betapa inginku menuliskan tembang tentang awan
muara negeri yang mengalirkan angin keras
dalam rusuk Adam berongga nada - sumbang
mempesona kelana memasuki gerbangnya
     ( bias-bias langit di cakrawala
       aku arungi bersama ).

Barangkali aku mulai menyadari arti
rumah yang kau huni tanpa upacara pagi hari
itu bukanlah milikku
dan pesta setanggi bunga yang ku taburkan di antara kamar
dan altar adalah riak gelombang
membentuk fatamorgana
dan itu bukanlah istana ujung perjalanan dimana aku
menyusuri jejak resia dengan dinding
dindingnya berhias darah air mata
langkahpun jadi sendat dengan tangan senantiasa
menggores-gores kaca hingga wajahku berembun
tak terbaca
akupun terus bermimpi tentang kolam dan taman
akupun terus bernyanyi tentang gelombang dan awan
akupun kian jauh mengembara lantas lupa kembali
rumahku sunyi tanpa hiasan
dindingnya mata beratap mega nafasnya
entah pergi kemana.

Riak gelombang datang berulang
menyurukkan tembang mimpi siang
yang senantiasa aku basahi dengan darah dan kurban
yang tak sempat aku benahi ketika pagi menjelang.

Dengan suara sumbang akupun nembang
tentang seorang kanak-kanak yang meniti hari
dengan menyulam sisa kainnya yang robek
disana-sini.

Oktober 87, revisi desember 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PRINT AD

Add caption ...