TERMINAL SATU
DENGAN KEBIJAKSANAAN TUHAN
MENIUPKAN SELEMBAR RUH
KEDALAM DARAH
KEDALAM DAGING
Buah yang engkau turunkan padaku
ayat-ayat
belum lagi masak untuk persembahan
sore hari.
Dibelakang rumah kita
mengolah hidup
ayat kehidupan lebih keramat
dalam mati.
Mati sebelum mati
mengenyam matahari
Baitullah
dalam diri.
Diri manunggal ing Gusti
terbuka jarak terbuka jawab
usia tak dapat mengalahkan
Kelanggengan.
Hening
Heneng.
TERMINAL DUA
DENGAN KEBIJAKSANAAN TUHAN
MENIUPKAN SELEMBAR RUH
KEDALAM DARAH
KEDALAM DAGING
Buah yang engkau turunkan padaku
ayat-ayat
belum lagi masak untuk persembahan
sore hari.
Dengan keterpaksaan, mereka
mengolah hidup
kewajiban, ayat
sangsi ditumbuhkan.
Yang terwujud kesadaran adalah
pasrah
yang terwujud kewajiban
ketakutan sangsi.
Pasrah dalam manembah
membuka kunci kesadaran
ayat tak lagi wujud sangsi
kewajiban.
Sunya
Ruri.
TERMINAL TIGA
BUNGA MADMA MUHAMMAD
MENERIMA SABDA
AKU BERKENDARA
Malam sepenggalah bulan Sukma
larut nafas dalam cinta
tumbuh membentuk Aku
dalam tidur yang jaga
bayang-bayang Cinandi.
Hening bening buga madma
aku berkendara mengetuk samudra
mengetuk langit mengetuk kegelapan
mengetuk segala pintu lalu
bersimpuh.
Luruh haru segenap rindu
ku tenu Nur pijarMU
sejuta nikmat terbuka : Jawab
TERMINAL EMPAT
Inilah hari yang pernah terucapkan
melewati lorong gelap pekuburan sepi
suara tapak suara bisik jerit tak nampak
tulang
pucat wajah menyulam sesal bagai anjing
diam
(sepi semata)
Inilah lonceng dari langit katedral. Merdu
bagai ayunan maut menjemput suara jubah
menyapu lantai dengan senyum mengetuk
pintu dengan darah menyeret langkah.
Inilah padang perburuan
wajah nanah gelisah darah
mahkota tanggal keangkuhannya
(cangkem kari wiso moto tanpo cahyo)
Aku berjalan menyibak, tak ku kenal wajah.
Ku bentang lidah bagi sirothol Mustaqin
meniti jalan perimbangan hidup-mati
suara melengking, alunan musik, tangan lunak
menuntun kearah pintu : Ya Allah !
Aku pasrah.
(sinar kuning kehijauan memancar di pusar)
Amin.
1982
Tidak ada komentar:
Posting Komentar