WAJAH
Wajahmu yang luruh menjelma kabut memasuki
pekaranganku yang tumbuh semak senyum
kakekku menghias dipojok sapanya, Amboi
betapa dingin angin utara
keheningan bermakna ganda menguliti sabdaMu
ketika pagi memoles wajahnya
dalam samadi
betapa dekat cakrawala tersaput warna.
Pada akhirnya kuambil jalan pintas
melewati kegelapan dan kegaiban aku berkiblat
meraba dindingMu berkaca lentera
bayangbayang semakin kabur
Aku lebur.
Tapi semuanya jadi bukan
megamega hanya fatamorgana cakrawala menipu mata
semuanya tak bisa kubawa menghadapMu
hanya kekosongan
kekosongan yang senantiasa menghadang.
Sesobek angin menyisir senja ketika usia
hampir saatnya.
1986
Wajahmu yang luruh menjelma kabut memasuki
pekaranganku yang tumbuh semak senyum
kakekku menghias dipojok sapanya, Amboi
betapa dingin angin utara
keheningan bermakna ganda menguliti sabdaMu
ketika pagi memoles wajahnya
dalam samadi
betapa dekat cakrawala tersaput warna.
Pada akhirnya kuambil jalan pintas
melewati kegelapan dan kegaiban aku berkiblat
meraba dindingMu berkaca lentera
bayangbayang semakin kabur
Aku lebur.
Tapi semuanya jadi bukan
megamega hanya fatamorgana cakrawala menipu mata
semuanya tak bisa kubawa menghadapMu
hanya kekosongan
kekosongan yang senantiasa menghadang.
Sesobek angin menyisir senja ketika usia
hampir saatnya.
1986
Tidak ada komentar:
Posting Komentar